Demikian terungkap dalam risalah rapat soal Merpati dan proyek pembangkit listrik 10 ribu MW tanggal 27 Februari 2009 yang dipimpin oleh Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla (JK).
Rapat dihadiri Menteri Perhubungan saat itu Jusman Syafei Jamal, Menteri BUMN Sofyan Djalil, Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Hadiyanto, Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar, Direktur Utama Merpati Bambang Bhakti, Direktur PPA, dan Tim Restrukturisasi Merpati.
Dalam risalah rapat yang diterima detikFinance tersebut, Menteri BUMN yang ketika itu dijabat Sofyan Djalil menyatakan adanya rencana pengadaan 15 pesawat MA-60 yang diproduksi oleh Xi'an Aircraft Industries dengan biaya US$ 232 juta (US$ 15,4 juta per persawat termasuk parts dan simulator).
Pemerintah juga mendapatkan fasilitas pinjaman dari Exim Bank of China dengan tenor 15 tahun dan suku bunga 3% per tahun untuk pembelian pesawat itu. Perjanjian pembelian pesawat itu sudah diteken sejak 7 Juni 2006, namun belum diputuskan oleh Wakil Presiden saat itu.
Pada rapat tersebut, Dirut PLN memaparkan soal progres pembangunan proyek 10 ribu MW. Konsorsium perusahaan China sudah siap membangun beberapa pembangkit listrik dan menyuplai 90% boiler dan turbin untuk pembangkit tersebut.
Bahkan China juga menyiapkan pendanaan US$ 180 juta untuk membantu Indonesia dalam membangun pembangkit listrik ini. Akan tetapi ternyata bunga kredit yang diberikan China tinggi karena alasan tingkat risiko (country risk) Indonesia tinggi.
Usut punya usut diperoleh informasi, ternyata pihak China memberikan bunga tinggi ke PLN karena belum jelasnya pembelian pesawat MA-60 oleh Merpati.
Karena itu JK akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan masalah Merpati dan PLN tanpa mengganggu hubungan Indonesia dengan China. Akhirnya diputuskanlah negosiasi pembelian pesawat MA-60 dengan Xi'an yang isinya:
- Harga pesawat adalah dalam bentuk dolar AS
- Lakukan negosiasi pada item-item perjanjian yang dapat menguntungkan pemerintah dan Merpati seperti penadaan consummable goods disesuaikan dengan kebutuhan Merpati (tidak dilakukan sekaligus 3 tahun di muka), simulator dikeluarkan dari paket pembelian untuk mengurangi harga jual dan jadwal pengiriman pesawat disesuaikan dengan kesiapan Merpati.
Lalu yang terakhir dan terpenting adalah PLN diminta meneruskan proses negosiasi pendanaan dengan China untuk memperoleh bunga yang menguntungkan. Karena permasalahan pembelian pesawat China oleh Merpati yang diindikasikan menjadi faktor penghambat akan segera diselesaikan.
Seperti diketahui, masalah pembelian pesawat China oleh Merpati kini menuai permasalahan setelah terjadinya kecelakaan di Papua. Pembelian pesawat China itu juga diduga banyak terjadi penyimpangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar